Suasana Tirakatan /Tasyakuran di Klenteng Dukuh (16/8). |
Surabaya - Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah yang tidak akan
dilupakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pada hari tersebut kita
semua warga Indonesia menyambut, memperingati dan merayakan Hari Ulang Tahun KEMERDEKAAN
REPUBLIK INDONESIA. Dari Sabang sampai Merauke, dari yang muda hingga yang tua,
dari yang putih hingga yang hitam, kita semua menyerukan kata MERDEKA!! 1340
suku bangsa, 742 bahasa daerah, 7241 budaya bangsa, dan 6 agama adalah bukti
keberagaman yang ada di Indonesia. Begitu terlihat jelas perbedaan dalam
persatuan yang ada di Indonesia tapi bukan berarti hal tersebut membuat kita
terpecah karena justu hal tersebutlah yang membuat kita Bersatu menjadi bangsa
yang Besar dan Kaya akan keberagaman. Seperti Semboyan bangsa kita “Bhineka
Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.
Setiap tahunnya masyarakat Indonesia tidak akan pernah lupa untuk merayakan HUT KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA, Seperti halnya yang dilakukan oleh Warga RW V Dukuh, kelurahan Nyamplungan Surabaya, Pada tanggal 16 Agustus 2019 Warga RW V Dukuh mengadakan Malam Tirakatan / Tasyakuran. Arek-arek Suroboyo menyebut Malam Tirakatan dengan “Hari Gang Buntu Nasional” karena diadakan tiap tahun hampir di semua kampung, khususnya di Surabaya. Uniknya, di kampung dukuh ini malam tasyakuran diadakan di Klenteng Dukuh yang notabene dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Konghutju. Yang menghadiri Malam Tirakatan pun terlihat beragam, yakni ada suku Jawa, suku Madura, dan Tionghoa, semua Warga RW V Dukuh ikut terlibat didalamnya. Hal ini menunjukan bahwa meskipun kita berbeda agama, berbeda suku dan etnik, tapi kita tetap bersatu dalam perbedaan dan menjunjung tinggi nilai persatuan.
Setiap tahunnya masyarakat Indonesia tidak akan pernah lupa untuk merayakan HUT KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA, Seperti halnya yang dilakukan oleh Warga RW V Dukuh, kelurahan Nyamplungan Surabaya, Pada tanggal 16 Agustus 2019 Warga RW V Dukuh mengadakan Malam Tirakatan / Tasyakuran. Arek-arek Suroboyo menyebut Malam Tirakatan dengan “Hari Gang Buntu Nasional” karena diadakan tiap tahun hampir di semua kampung, khususnya di Surabaya. Uniknya, di kampung dukuh ini malam tasyakuran diadakan di Klenteng Dukuh yang notabene dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Konghutju. Yang menghadiri Malam Tirakatan pun terlihat beragam, yakni ada suku Jawa, suku Madura, dan Tionghoa, semua Warga RW V Dukuh ikut terlibat didalamnya. Hal ini menunjukan bahwa meskipun kita berbeda agama, berbeda suku dan etnik, tapi kita tetap bersatu dalam perbedaan dan menjunjung tinggi nilai persatuan.
Suasana Pawai / Jalan Santai Merdeka (17/8) |
Salah satu warga /peserta mendapatkan Doorprice |
Mereka berkumpul bersama tanpa memandang perbedaan yang ada. Di temui di sela kegiatan pawai “jalan santai Merdeka”, Ketua RW V Bapak Usman, menuturkan bahwa “acara tersebut selain diadakan rutin tiap tahunnya, juga sebagai sarana hiburan bagi warga, karena disela acara juga ada atraksi hiburan seperti menari sambil mengenalkan atribut yang dipakainya”. “Yang penting lagi dari kedua acara atau kegiatan tersebut adalah mempererat silaturrahim antar sesama warga meski berbeda etnis, agama dan budaya. Sehingga dapat dikatakan acara malam tirakatan dan pawai “jalan sehat Merdeka” memiliki kesan dan kenangan tersendiri bagi warga”, Terang Usman.
Tidak perlu membeda-bedakan
satu sama lain, tidak perlu memperdebatkan perbedaan yang ada. Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha, Konghucu adalah INDONESIA, suku JAWA, SUNDA, MADURA,
PAPUA, dan beragam suku yang lain adalah INDONESIA, begitupun etnik Tionghoa,
Arab, Melayu, India yang merupakan Warga Negara Indonesia mereka adalah
INDONESIA. Kita semua satu yaitu INDONESIA. Kita semua cinta INDONESIA. (Pw)
#keberagamanmasyarakat #multietnis #surabaya
#keberagamanmasyarakat #multietnis #surabaya
Mantap... Lanjutka....
ReplyDelete